Rabu, 19 Desember 2012

Ekonomi Islam

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Dewasa ini masih banyak kalangan yang melihat Islam secara parsial dimana Islam hanya diwujudkan dalam bentuk ritualisme ibadah semata dan menganggap bahwa Islam tidak ada kaitannya dengan dunia perbankan, pasar modal, asuransi, transaksi eksport import, dll. Bahkan mereka beranggapan bahwa Islam dengan sistem nilai dan tatanan normatifnya sebagai penghambat perekonomian suatu bangsa, sebaliknya kegiatan ekonomi dan keuangan akan semakin meningkat dan berkembang bila dibebaskan dari nilai-nilai normatif dan ketentuan Ilahi.
Cara pandang di atas bisa dikatakan sempit dan belum melihat Islam secara “kaffah”. Islam adalah agama yang universal, bagi mereka yang dapat memahami dan melaksanakan ajaran Islam secara utuh dan total akan sadar bahwa sistem perekonomian akan tumbuh dan berkembang dengan baik bila didasari oleh nilai-nilai dan prinsip syari’ah Islam, dalam penerapannya pada segenap aspek kehidupan bisnis dan transaksi ummat.
Sistem Perekonomian Islam bersifat universal artinya dapat digunakan oleh siapapun tidak terbatas pada umat Islam saja, dalam bidang apapun serta tidak dibatasi oleh waktu ataupun zaman sehingga cocok untuk diterapkan dalam kondisi apapun asalkan tetap berpegang pada kerangka kerja atau acuan norma-norma islami. Al-Qur’an dan Al-Hadits merupakan landasan hukum yang lengkap dalam mengatur segala aspek kehidupan ummat, khususnya di bidang ekonomi antara lain: Islam dirancang sebagai rahmat untuk seluruh ummat, menjadikan kehidupan lebih sejahtera dan bernilai, tidak miskin dan tidak menderita (Q.S. Al-Anbiya:107). Harta adalah amanat Allah, untuk mendapatkan dan memanfaatkannya harus sesuai dengan ajaran Islam (Q.Q. Al-Anfal : 28).



Kurang berkembangnya Sistem Perekonomian Islam. Masih banyak umat Islam di Indonesia yang belum paham akan ekonomi Islam ataupun tidak menjalankan sebagaimana mestinya, banyak diantaranya yang merasa takut menjadi miskin karenanya, padahal dalam Q.S Al-Baqarah : 268 dikatakan:
"Syaitan menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan kemiskinan dan menyuruh kamu berbuat kejahatan (kikir), sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan karunia. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui". Apabila perekonomian di Indonesia telah didasari oleh norma-norma Islam tentunya tidak akan ditemukan kemiskinan ataupun penurunan taraf hidup dan perekonomian ummat seperti yang terjadi saat ini.
            Dalam makalah ini penulis lebih memfokuskan pada perkembangan perekonomian islam di indonesia sebagai sub unit financial yang merupakan bagian dari sub sistem ekonomi ditinjau dari mitos dan kenyataan yang terjadi dalam prakteknya

B.     Rumusan Masalah
a.       Apakah definisi dari ekonomi islam?
b.      Bagaimana metodologi ekonomi islam?
c.       Bagaimana perkembangan islam di Indonesia?

C.     Tujuan
a.       Agar mahasiswa paham tentang definisi dari ekonomi islam.
b.      Agar mahasiswa mengerti metodologi yang ada dalam ekonomi islam.
c.       Agar mahasiswa mengetahui perkembangan ekonomi islam yang ada di Indonesia.





BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Ekonomi islam
Adapun definisi dari ekonomi islam menurut beberapa tokoh, sebagai berikut :
a.       M. M. Metwally (1995), ekonomi islam sebagai ilmu yang mempelajari perilaku muslim dalam suatu masyarakat yang mengikuti al-Qur’an, As-Sunnah, Qiyas, Ijma’ yang mengendalikan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dan menggunakan sumber daya yang ada.[1] Dalam islam disebutkan bahwa sumber daya yang tersedia adalah berkecukupan, dan oleh karena itu dengan kecakapannya manusia dituntut untuk memakmurkan dunia yang sekaligus sebagai ibadah kepada Allah. Dengan begitu ekonomi merupakan sistem, yang bertugas untuk memanfaatkan sumber daya yang tersedia dan berkecukupan itu dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam konteks kemaslahatan bersama.
b.       Muhammad Absul Manan (1992), berpendapat bahwa ekonomi islam dapat dikatakan sebagai ilmu yang memepelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang di ilhami oleh nilai-nilai islam. Ia mengatakan bahwa ekonomi islam merupakan bagian dari suatu tata kehidupan lengkap, berdasarkan empat bagian nyata dari pengetahuan, yaitu : al-Qur’an, as-Sunnah, ijma’, dan qiyas.[2]
c.       Dawan Rahardjo, ekonomi islam merupakan ilmu ekonomi yang berdasarkan nilai atau ajaran islam berdasarkan sistem yang menyangkut pengaturan kegiatan ekonomi dalam suatu masyarakat atau Negara berdasarkan suatu cara atau dengan metode tertentu.[3]
.

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam.
Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya, sebagaimana
firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105:
“Dan katakanlah, bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang
beriman akan melihat pekerjaan itu.Karena kerja membawa pada keampunan, sebagaimana sabada Rasulullah Muhammad saw: “Barang siapa diwaktu sorenya kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat ampunan. ( HR. Thabrani dan Baihaqi).” . Yang mana secara umum ekonomi islam didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu pengetahuan yang berupaya memandang, meneliti, dan menyelesaikan permasalahn-permasalan ekonomi dengan cara-cara islami berdasarkan al-Qur’an, as-Sunah.[4]


Tujuan Ekonomi Islam
Segala aturan yang diturunkan Allah swt dalam system Islam mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya. Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah
membantu manusia mencapai kemenangan di dunia dan di akhirat.
Seorang fuqaha asal Mesir bernama Prof.Muhammad Abu Zahrah mengatakan ada tiga sasaran hukum Islam yang menunjukan bahwa Islam diturunkan sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia, yaitu:
1. Penyucian jiwa agar setiap muslim bisa menjadi sumber kebaikan bagi masyarakat dan lingkungannya.
2. Tegaknya keadilan dalam masyarakat. Keadilan yang dimaksud mencakup aspek kehidupan di bidang hukum dan muamalah.
3. Tercapainya maslahah (merupakan puncaknya). Para ulama menyepakati bahwa maslahah yang menjad puncak sasaran di atas mencakup lima jaminan dasar:
     a. keselamatan keyakinan agama ( al din)
b. kesalamatan jiwa (al nafs)
c. keselamatan akal(alaql)
d. keselamatan keluarga dan keturunan (al nasl)
e. keselamatan harta benda (al mal)

Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam
Secara garis besar ekonomi Islam memiliki beberapaprinsip dasar:
1. Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah swt kepada manusia.
2. Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3. Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4. Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh segelintir
    orang saja.
5. Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan
    untuk kepentingan banyak orang.
6. Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di akhirat nanti.
7.Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab)
8. Islam melarang riba dalam segala bentuk.


B.     Metodologi Ekonomi Islam
Konsep Ekonomi Islam Setiap sistem ekonomi pasti didasarkan atas ideologi yang memberikan landasan dan tujuannya, di satu pihak, dan aksioma-aksioma serta prinsip-prinsipnya, di lain pihak. Proses yang diikuti dengan seperangkat aksioma dan prinsip yang dimaksudkan untuk lebih mendekatkan tujuan sistem tersebut merupakan landasan sistem tersebut yang bisa diuji. Setiap sistem ekonomi membuat kerangka di mana suatu komunitas sosio-ekonomik dapat memanfaatkan sumber-sumber alam dan manusiawi untuk kepentingan produksi dan mendistribusikan hasil-hasil produksi ini untuk kepentingan konsumsi.
Validitas sistem ekonomi dapat diuji dengan konsistensi internalnya, kesesuaiannya dengan berbagai sistem yang mengatur aspek-aspek kehidupan lainnya, dan kemungkinannya untuk berkembang dan tumbuh. Karena itu suatu sistem ekonomi tidak dapat diharapkan untuk menyiapkan, misalnya, komposisi khusus barang-barang ekspor di negara tertentu, fungsi produksi yang praktis bermanfaat atau secara matematik dapat dikelola, atau rumusan mengenai bagaimana memperbesar fungsi-fungsi tuntutan individual dalam tuntutan yang berskala nasional. Komponen-komponen teori ekonomi seperti itu tidak dapat diawali dengan sistem tersebut karena komponen-komponen itu timbul dalam aplikasi praktis sistem tersebut dalam tatanan berbagai kondisi yang ada. Dengan melihat kondisi-kondisi ini dan dalam kerangka sistem ekonomi yang berlakulah unsur-unsur teori ekonomi seperti bisa dikembangkan, diuji dan diteorisasikan.
Sebagai konsekuensinya suatu sistem untuk mendukung ekonomi Islam seharusnya diformulasikan berdasarkan pandangan Islam tentang kehidupan.
Berbagai aksioma dan prinsip dalam sistem seperti itu seharusnya ditentukan secara pasti dan proses fungsionalisasinya seharusnya dijelaskan agar dapat menunjukkan kemurnian dan aplikabilitasnya. Namun demikian, perbedaan yang nyata, seharusnya ditarik antara sistem ekonomi Islam dan setiap tatanan yang bersumber padanya. Dalam literatur Islam mengenai ekonomi, sedikit perhatian sudah diberikan kepada masalah ini. Sebagai akibatnya, beberapa buku yang dikatakan membahas "sistem ekonomi Islam" sebenarnya hanya berbicara tentang latar belakang hukumnya saja, atau kadang-kadang disertai dengan beberapa prinsip ekonomi dalam Islam. Kajian mengenai prinsip-prinsip ekonomi itu hanya sedikit menyinggung mengenai kajian sisterm ekonomi, sama sebagaimana kajian terhadap tatabahasa yang hanya sedikit menyinggung pembentukan keterampilan berpidato saja
Selain itu, suatu pembedaan harus ditarik antara bagian dari Hukum (Fiqh) Islam yang membahas hukum dagang (Fiqhul-Mu'malat) dan ekonomi Islam. Bagian yang disebut pertama menetapkan kerangka di bidang hukum untuk kepentingan bagian yang disebut belakangan, sedangkan yang disebut belakangan mengkaji proses dan penanggulangan kegiatan manusia yang berkaitan dengan produksi, distribusi dan konsumsi dalam masyarakat Muslim Ekonomi Islam dibatasi oleh Hukum Dagang Islam, tetapi ini bukan satu-satunya pembatasan mengenai kajian ekonomi itu. Sistem sosial Islam dan aturan-aturan keagamaan mempunyai banyak pengaruh, atau bahkan lebih banyak, terhadap cakupan ekonomi dibandingkan dengan sistem hukumnya.
Tidak adanya pembedaan antara Fiqhul-Mu'amalat dan ekonomi Islam seperti itu merupakan sumber lain dari kesalahan konsep dalam literatur mengenai ekonomi Islam. Beberapa buah buku menggunakan alat-alat analisis fiqh dalam ekonomi, sedangkan buku-buku lain mengkaji ekonomi Islam dari sudut pandang fiqh. Sebagai contoh, teori konsumsi kadang-kadang berubah menjadi pernyataan kembali hukum Islam mengenai beberapa jenis makanan dan minuman, bukan kajian mengenai perilaku konsumen terhadap sejum1ah barang konsumsi yang tersedia, dan teori produksi diperkecil maknanya sebagai kajian tentang hak pemilikan dalam Islam yang tidak difokuskan pada perilaku perusahaan sebagai unit produktif.
Hal lain yang tidak menguntungkan dalam membahas ekonomi Islam dalam peristilahan Fiqhul-Mu'amalat adalah bahwa ancangan seperti itu, pada dasarnya, terpecah-pecah dan kehilangan keterkaitan menyeluruhnya dengan teori ekonomi. Barangkali hal inilah yang menjadi sebab tidak adanya teori moneter makroekonomik dalam semua literatur mengenai ekonomi Islam.
Kajian tentang sejarah sangat penting bagi ekonomi karena sejarah adalah laboratorium umat manusia. Ekonomi, sebagai salah satu ilmu sosial, perlu kembali kepada sejarah agar dapat melaksanakan eksperimen-eksperimennya dan menurunkan kecenderungan-kecenderungan jangka-jauh dalam berbagai ubahan ekonomiknya. Sejarah memberikan dua aspek utama kepada ekonomi, yaitu sejarah pemikiran ekonomi dan sejarah unit-unit ekonomi seperti individu-individu, badan-badan usaha dan ilmu ekonomi (itu sendiri).
Baru sedikit yang dilakukan untuk menampilkan sejarah pemikiran ekonomi Islam. Hal ini tidak menguntungkan karena sepanjang sejarah Islam para pemikir dan pemimpin politik muslim sudah mengembangkan gagasan-gagasan ekonomik mereka sedemikian rupa sehingga mengharuskan kita untuk menganggap mereka sebagai para pencetus ekonomi Islam yang sebenarnya. Penelitian diperlukan untuk menampilkan pemikiran ekonomi dari para pemikir besar Islam seperti Abu Yusuf (meninggal th. 182 H), Yahya bin Adam (meninggal th. 303 H), al-Gazali (meninggal tahun 505 H), Ibnu Rusyd (meninggal th. 595 H), al-'Izz bin 'Abd al-Salam (meninggal th. 660 H), al-Farabi (meninggal th. 339 H), Ibnu Taimiyyah (meninggal th. 728 H), al-Maqrizi (meninggal th. 845 H), Ibnu Khaldun (meninggal th. 808 H), dan banyak lainnya lagi.
Kajian tentang sejarah pemikiran ekonomi dalam Islam seperti itu akan membantu menemukan sumber-sumber pemikiran ekonomi Islam kontemporer, di satu pihak dan di pihak lain, akan memberi kemungkinan kepada kita untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai perjalanan pemikiran ekonomi Islam selama ini. Kedua-duanya akan memperkaya ekonomi Islam kontemporer dan membuka jangkauan lebih luas bagi konseptualisasi dan aplikasinya.
Kajian terhadap perkembangan historik ekonomi Islam itu merupakan ujian-ujian empirik yang diperlukan bagi setiap gagasan ekonomi. Ini memiliki arti sangat penting, terutama dalam bidang kebijakan ekonomi dan keuangan negara. Namun peringatan terhadap adanya dua bahaya perlu dikemukakan bila aspek historik Islam itu diteliti. Pertama, bahaya kejumbuhan antara teori dengan aplikasi-aplikasinya, dan kedua, pembatasan teori dengan sejarahnya. Bahaya pertama muncul ketika para pemikir ekonomi Muslim modem tidak membedakan secara jelas antara konsepsi Islam dan aplikasi-aplikasi historiknya.
Hal ini tampak sangat jelas dalam cakupan keuangan negara, karena hampir semua buku mengenai keuangan negara yang ada dalam perpustakaan Islam kontemporer menganggap sumber-sumber negara sebagai sumber-sumber yang ada pada masa negara Islam besar, sejak masa 'Umar bin Khattab sampai masa Harun al-Rasyid. Sedikit sekali perhatian diberikan kepada pengembangan teori tentang keuangan negara yang didasarkan atas Al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW. Hal ini tercermin dalam penampilan histori keuangan negara dalam Islam yang sedikit sekali memberikan ksempatan untuk menguji aplikabilitasnya pada saat sekarang karena karena adanya perubahan suasana di semua negara Islam.
Bahaya kedua muncul ketika para ahli ekonomi Islam menganggap pengalaman historik itu mengikat bagi kurun waktu sekarang. Hal ini tercermin dalam ketidakmampuan untuk mengancang Al-Qur'an dan Sunnah itu secara langsung, yang pada gilirannya menimbulkan teori ekonomi Islam yang hanya bersifat historik dan tidak bersifat ideology.
Rancangan historik dalam kajian terhadap ekonomi Islam itu kadang-kadang diterapkan dalam kaitannya dengan masyarakat-masyarakat Muslim masa sekarang. Hal ini tercermin dalam ekonomi Islam yang hanya berbicara tentang harta dan penghasilan, konsumsi yang tidak semestinya dan sebagainya, bukan mengenai penanggulangan mekanisme makroekonomik dari sistem ekonomi Islam itu. Tidak diragukan bahwa beberapa persoalan di negara-negara Islam sekarang ternyata serius dan penting, dan bahwa persoalan-persoalan tersebut seharusnya dibahas dalam kerangka ekonomi Islam itu, namun bila sistem ekonomi Islam itu merupakan sistem yang pokok bahasannya, misalnya, nasionalisasi industri dan penataan pemilikan tanah (land reform
Batas-batas antara sistem ekonomi Islam yang bisa diaplikasikan terhadap perekonomian yang sehat dengan pertumbuhan yang normal, di satu pihak, dan tindakan-tindakan darurat yang dapat diambil oleh para pejabat penanggungjawab bidang perekonomian untuk membahas masalah sementara seperti peran ketidakadilan dalam distribusi barang-barang, atau kemiskinan, di pihak lain, seharusnya diberi demarkasi (juga). Tanpa demarkasi seperti itu, ekonomi Islam akan menjadi kajian parsial terhadap gejala-gejala peralihan yang akan menimbulkan pemborosan setelah pembangunan negara-negara Islam itu, ini tidak berarti bahwa persoalan-persoalan seperti persoalan-persoalan pembangunan itu tidak boleh mendapatkan perhatian langsung dari para ahli ekonomi Islam itu, melainkan harus diartikan bahwa persoalan-persoalan ini harus ditanggulangi dalam kerangka teori umum ekonomi Islam yang mempertahankan relevansinya dengan semua tahap pembangunan ekonomi dan suasana politik.
Diversifikasi literatur Islam modem mengenai ekonomi timbul dari kesulitan inheren dalam jenis kajian ini. Sama sekali tidak ada "Teori Ekonomi Islam" yang tertulis dalam pengertiannya yang ketat. Selain itu, bahkan mungkin banyak orang berkeberatan dengan digunakannya istilah "Teori Ekonomi" itu dengan alasan bahwa bila suatu teori adalah penafsiran terhadap beberapa aspek realitas, berarti bisa terdapat banyak teori yang bernafaskan nilai-nilai filosofik Islam dalam penafsiran terhadap realitas ekonomi. Ketidakjelasan diantara kedua pandangan ini telah mendorong sejumlah penulis untuk menampilkan pandangan yang sangat sempit mengenai filsafat ekonomi Islam dan membingkainya dengan cara sangat terbatas yang tidak sesuai dengan implikasi-implikasi teoretik nilai-nilai filsafat ini. (Upaya pertama untuk menetapkan demarkasi batas-batas antara filsafat ekonomi dalam Islam dan teori-teori ekonomi dari para penulis bidang ekonomi dilakukan oleh as-Sadr pada tahun 1964. Dia diikuti oleh M.N. Siddiqi pada tahun 1971.
Kesulitan tipe kedua dihadapi tidak hanya oleh penelitian di bidang ekonomi Islam tetapi oleh semua kajian yang membahas berbagai aspek sosial Islam, ia muncul dari hakikat sumber-sumber hukum Islam itu sendiri. Al-Qur'an dan Sunnah Al-Qur'an merupakan firman (kalam) Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai petunjuk bagi kehidupan perilaku manusia, Kitab Suci itu tidak tersusun dalam bagian dan bab, yang masing-masing membahas, kehidupan manusia seperti Hukum, Politik, Ekonomi dan sebagainya, dan juga tidak diberi judul-judul di dapat menemukan berbagai aplikasi dan aturan yang bersumber daripadanya. Kadang-kadang ia merupakan rincian yang tepat, misalnya, dalam kaitannya hukum waris. Dalam hal-hal lain ia hanya menyinggung pemecahan secara garis besar, yang menunjukkan bahwa seharusnya para 'ulama' dan pemikir Muslim dapat mengembangkan dan melengkapi rincian-rincian yang tidak berdasarkan prinsip-prinsip ini dan dengan memperhatikan situasi yang ada.
Mengancang dan mengembangkan teori-teori semacam itu adalah tugas para sarjana Muslim, dan hasil-hasil yang diperoleh dari upaya-upaya ini tidak dapat dikaitkan baik dengan Allah maupun dengan Al-Qur'an. Yang dapat dikemukakan mengenai hal ini bahwa ia adalah pandangan (sarjana-sarjana) Muslim tetapi bukan pandangan Islam, karena berbagai akibat dari situasi mereka terhadap teoretisasi tersebut tidak dapat diingkari. Selain itu mereka tidak memiliki otoritas untuk menafsirkannya.
Memang tidak ada seorang pun memiliki hak istimewa seperti itu. Sumber kedua, yaitu Sunnah, adalah pemahaman dan aplikasi Nabi terhadap Al-Qur'an. Kesulitan yang ditampilkan oleh sumber ini timbul dari kenyataan bahwa Nabi ketika itu, pada saat yang sama, adalah juga kepala negara. Karena itu sangat sulit untuk dibedakan antara sikap-sikapnya terhadap ajaran-ajaran Al-Qur'an yang bersifat permanen dan mengikat untuk selama-lamanya, dan terhadap aturan-aturan yang terkait dengan berbagai situasi di masa hayatnya, disamping kesulitan tersebut di atas. Upaya pertama yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk mengangkat rincian-rincian yang rumit megenai bidang ekonomi dari dalam Al-Qur'an dan Sunnah itu ke dalam teori dilakukan pada tahun 1964, lagi-lagi, oleh as-Sadr.
Pernyataan terakhir dalam bagian metodologi ini akan membahas alat-alat analisis. Literatur Islam yang ada sekarang nengenai ekonomi mempergunakan dua macam metode. Pertama adalah metode deduksi dan kedua metode pemikiran etrospektif. Metode pertama dikembangkan oleh para ahli hukum Islam, Fl-lqalta', dan sangat dikenal di kalangan mereka, diaplikasikan terhadap ekonomi Islam modern untuk menampilkan prinsip-prinsip sistem Islam dan kerangka hukumnya dengan berkonsultasi dengan sumber-sumber Islam, yaitu Al-Qur'an dan Sunnah. Metode kedua dipergunakan oleh banyak penulis Muslim kontemporer yang merasakan tekanan: kemiskinan dan keterbelakangan di dunia Islam dan berusaha mencari berbagai pemecahan terhadap persoalan-persoalan ekonomi umat Muslim dengan kembali kepada Al-Qur'an dan Sunnah untuk mencari dukungan atas pemecahan-pemecahan tersebut dan mengujinya dengan memperhatikan Petunjuk Tuhan.
Kajian dalam pembahasan ini mempergunakan kedua metode tersebut. Namun perlu disadari bahwa kedua metode ini pada dasarnya diaplikasikan dalam kajian terhadap aturan-aturan dan prinsip-prinsip sistem ekonomi Islam tetapi hanya sedikit bisa diaplikasikan dalam kajian terhadap makroekonomi dan keseimbangan umum dalam sistem ekonomi semacam itu, atau bahkan dalam kajian terhadap teori-teori konsumsi dan matematik tertentu. Karena itu kajian ini akan mengaplikasikan alat-alat analisis matematik yang dikenal dalam teori ekonomi modern kapan saja dirasa perlu atau dianggap bermanfaat. Memang sebenarnya metode yang digunakan para Fuqaha pun sebenarnya bersifat matematik dalam semangat dan kecenderungannya.

C.     Perkembangan Ekonomi Islam Di Indonesia























BAB III
PENUTUP
 
Kesimpulan


























DAFTAR PUSTAKA

 














[1] M. M. Metwally, Teori dan Model Ekonomi. Jakarta: Bangkit Daya Insana, 1995
[2] M. Abdul Mannan, Islamic Economic: Theory and Practice. Delhi. Sh. M. Ashraf, 1970
[3] M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, Jakarta: LSAF, 1999, hlm. 18.
[4] Tim P3EI dan BI, Ekonomi Islam (Jakarta: Rajagrafindo Pers ,2008), hlm. 32.

Teori Kependudukan

A.    ALIRAN MALTHUSIAN DAN NEO MALTHUSIAN
A.1. Aliran Malthusian
Aliran Malthusian dipelopori oleh Thomas Robert Malthus, seorang pendeta yang hidup pada tahun 1798 hingga tahun 1834. Tulisan monumentalnya An Essay on The Principle of Population as it Affect Future Improvemenet of Society, with remarkson the speculations of Mr. Godwin, Mr. Condorcet and other Writer atau lebih populer dengan sebutan Prinsip Kependudukan (The Principle of Population) diterbitkan pertama kali pada tahun 1798.
Ia menyatakan bahwa penduduk itu (seperti juga tumbuh-tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Tinggi pertumbuhan ini disebabkan karena hubungan kelamin antara laki-laki dan perempuan tidak bisa dihentikan[1].
Manusia memerlukan makanan, sedangkan laju pertumbuhan penduduk lebih cepat dari pada laju pertumbuhan makanan. Perkembangan penduduk akan mengikuti deret urut sedangkan perkembangan  subsistem (pangan) mengikuti deret hitung dengan interval waktu 25 tahun seperti berikut[2]:
                                               Penduduk :      1          2          4          8          16        32        64        128      dst
                                               Subsistem :       1          2          3          4          5          6          7          8          dst      
                                               (pangan)
Jika kondisi ini dibiarkan maka manusia akan mengalami kekurangan pangan dan kemiskinan. Untuk keluar dari permasalah ini menurut Malthus harus ada pengekangan perkembangan penduduk. Pengekangan tersebut dapat berupa pengekangan segera dan pengekangan hakiki. Yang dimaksud dengan pengekangan hakiki adalah pangan. Sedangkan bentuk pengekangan segera adalah bentuk preventive check dan positive check[3].
1. Preventive check  
Preventive check  adalah pengurangan penduduk melalui penekanan kelahiran. Preventive check timbul karena kemampuan penalaran manusia sehingga dapat meramalkan akibat-akibat yang akan terjadi di kemudian hari. Preventive check  dibagi menjadi 2 yaitu:
a.       Moral restraint (Pengekangan diri)
Moral restraint yaitu segala usaha mengekang nafsu seksual.
b.      Vice
Vice yaitu pengurangan kelahiran seperti, abortus, penggunaan alat kontrasepsi, homoseksual, pelacuran.
2.      Positive check
Positive check adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila di suatu wilayah jumlah penduduk lebih besar daripada jumlah persediaan pangan maka dapat dipastikan akan terjadi kelaparan, wabah penyakit, dan lain sebagainya. Sehingga dapat dipastikan tingkat kematin akan semakin meningkat. Positive check dibagi menjadi 2 yaitu:
a.       Vice (kejahatan)
Vice yaitu segala jenis pencabutan nywa sesama manusia seperti manusia seperti pembunuhan anak-anak (infanticide), pembunuhan orang-orang cacat, dan orang tua.
b.      Misery (kemelaratan)
Misery yaitu segala keadaan yang menyebabkan kematian seperti berbagai jenis penyakit dan epidemi, bencana alam, kelaparan, kekurangan pangan dan peperangan.

Bagi Malthus moral restraint merupakan pembatasan kelahiran yang paling penting, sedangkan penggunaan alat kontrasepsi belum dapat diterimanya. Pendapat banyak mendapat kriikan dari para ahli yang menimbulkan diskusi secara terus menerus. Karena gagasan yang dicetuskan Malthus pada abad 18 dianggap aneh pada saat itu . Malthus mengatakan bahwa dunia akan kehabisan sumber daya alam karena jumlah penduduk yang terus meningkat, hal ini bagi mereka tidak dapat diterima oleh akal sehat. Pada dunia baru seperti Amerika, Afrika, Autralia dan Asia dengan sumber daya alam yang melimpah mereka berpendapat bahwa persediaan makanan tidak akan habis. Sehingga preposisi yang diajukan oleh Malthus tersebut akhirnya memunculkan beberapa kritik sebagai berikut[4] :
¨      Mathus terlalu menekankan terbatasnya persediaan tanah, tetapi ia tidak menyangka akan ada keuntungan besar dari kemajuan transpor yang dikombinaksikan dengan pembukaan tanah pertanian baru di Amerika Serikat, Australia dan tempat-tempat lainnya. Karena dengan kemajuan-kemajuan transportasi yang menghubungkan daerah satu dengan daerah lainnya sehingga pendistribusian bahan makanan ke daerah-daerah yang kekurangan makanan mudah dilaksanakan.
¨      Dalam kondisi yang menguntungkan, hewan dan tanaman dapat meningkat menurut deret ukur. Malthus tidak memperhitungkn bahwa teknologi juga dapat maju dengan pesat. Dengan adanya peningkatan metode-metode pertanian seperti penggunaan pupuk dan bibit unggul lebih banyak maka dapat menaikkan produktivtas.
¨      Malthus tidak memeprtimbangkan kontrol fertilitas bagi pasangan-pasangan yang sudah menikah. Pada tahun 1822, Francis Place menganjurkan pembatasan kelahiran setelah perkawinan.
¨      Malthus tidak memperhitungkan bahwa fertilits dapat menurun apabila terjadi perkembangan ekonomi dan naiknya standar hidup penduduk dinaikkan.

A.2. Aliran Neo Malthusian
Pada permulaan abad ke 19 orang masih dapat mengatakan bahwa apa yang diramalkan malthus tidak mungkin terjadi. Tetapi sekarang beberapa orang percaya bahwa hal itu akan terjadi. Hal ini dapat dibuktikan bahwa setiap minggunya ada lebih dari satu juta bayi lahir di dunia ini, ini berarti satu juta lagi mulut yang harus diberi makan.
Dengan realitas yang ada seperti itu akhirnya pada akhir abad 19 dan awal abad 20 Teori Malthus diusung kembali oleh Garreth Hardin dan Paul Ehrlich. Garreth Hardin dan Paul Ehrlich memunculkan  Aliran Neo Malhusian. Aliran ini lebih radikal dari pada Aliran Malthus. Aliran ini tidak sependapat dengan gagasan Malthus bahwa mengurangi jumlah penduduk cukup dengan moral restraint saja. Akan tetapi mereka menawarkan bahwa untuk mengurangi jumlah penduduk dapat dilakukan dengan cara preventive checks, misalnya dengan penggunaan alat kontrasepsi dan aborsi[5].

  1. ALIRAN MARXIS
Aliran ini di pelopori oleh Karl Marx dan Friederich Engels ketika Malthus meninggal dunia di Inggris pada tahun 1834. Pada waktu itu teori Malthus sangat berperan di Inggris maupun di Jerman. Marx dan Engel tidak sependapat dengan Malthus yang menyatakan bahwa apabila tidak ada pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan kekurangan bahan makanan, tetapi tekanan penduduk terhadap kesempatan kerja. Menurut Marx, kemelaratan terjadi bukan disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, tetapi karena kesalahan masyarakat itu sendiri seperti yang terdapat pada negara-negara kapitalis. Kaum kapitalis akan mengambil sebagian pendapatan dari buruh sehingga menyebabkan kemelaratan buruh tersebut.
Marx juga mengatakan bahwa, kaum kapitalis membeli mesin-mesin untuk menggantikan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh kaum buruh. Jadi penduduk yang melarat bukan disebabkan karena kekurangan bahan pangan, akan tetapi karena kaum kapitalis mengabil sebagian dari pendapatan kaum buruh yang dihasilkan. Jadi, menurut Marx dan Engels sistem kapitalis yang meneyebabkan kemelaratan tersebut, dimana kaum pemilik modal menguasai alat-alat produksi. Maka menurut Marx untuk mengatasi hal-hal tersebut maka struktur masyarakat harus diubah dari sistim kapitalis menjadi sistim sosialis.
            Menurut Marx dalam sistem sosialis alat-alat produksi di kuasai oleh buruh, sehingga gaji buruh tidak akan terpotong. Buruh akan menikmati seluruh hasil kerja mereka dan oleh karena itu masalah kemelaratan akan dapat dihapuskan. Marx juga mengatakan bahwa semakin banyak jumlah manusia, semakin tinggi hasil produktivitasnya, jadi tidak perlu diadakan pembatasan pertumbuhan penduduk. Marx dan Engel menentang usaha-usaha moral restraint  yang dicetuskan oleh Malthus.
            Dalam hal ini pendapat Marx banyak yang menganutnya seperti halnya dengan Malthus. Setelah Perang Dunia II dunia dibagi menjadi tiga kelompok; pertama, negara-negara kapitalis yang umumnya cenderung membenarkan teori Malthus seperti Amerika Serikat, Ingris, Prancis, Australia, Canada, dan Amerika latin; kedua, negara yang menganut sistem sosial, seperti Uni Soviet, negara-negara Eropa Timur, Republik Rakyat Cina, Korea Utara dan Vietnam; ketiga, negara-negara nonblok seperti India, Mesir dan Indonesia.
Beberapa kritik yang telah dilontarkan terhadat teori Marx ini diantaranya adalah sebagai berikut: Marx menyatakan bahwa hukum kependudukan di negara sosialis merupakan antithesa hukum kependudukan di negara kapitalis. Menurut hukum ini apabila di negara kapitalis tingkat kelahiran dan tingkat kematian sama-sama rendah maka di negara sosialis akan terjadi kebalikannya yaitu tingkat kelahiran dan tingkat kematian sama-sama tinggi. Namun kenyatanya tidaklah demikian, tingakat pertumbuhan penduduk di negara Uni Soviet hampir sama dengan negara-negara maju yang sebagian besar merupakan negara kapitalis.
 
C.    Aliran Modern
              John Stuart Mill
          John Stuart merupakan ahli filsafat dan ahli ekonomi yang berkebangsaan inggris yang juga menerima asumsi Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan bahan makanan sebagai suatu kebenaran. Akan tetapi John Stuart juga mengatakan bahwa pada suatu situasi tertentu manusia dapat mempengaruhi tingkah laku demografi di sekitarnya. Selanjutnya ia juga mengatakan bahwa apabila produktivitas seseorang tinggi ia akan cenderung ingin mempunyai keluarga yang kecil. Pada situasi seperti ini fertilitas akan rendah dan taraf hidup menjadi determinan fertilitas. Jadi tidaklah benar kalau kemiskinan tidak dapat dihindarkan seperti apa yang di katakan oleh Malthus karean menurut John Stuart bahwa kemiskinan terjadi karena sistem kapitalis (seperti pendapat Marx).

Arsene Dumont
          Arsene Dumont, seorang ahli demografo yang berasal dari Prancis yang idup pada akhir abad 19. Pada tahun 1890 dia menulis sebuah artikel berjudul Depopulation et civilization. Ia mencetuskan teori penduduk baru yang di sebut dengan teori kapilaritas sosial (theory fo social capilarity). Kapilaritas sosial menitikberatkan pada keinginan seseorang untuk mencapai kedudukan yanglebih tinggi di masyarakat. Teori ini di buat berdasarkan atas analogi bahwa cairan akan naik pada sebuah pipa kapiler.
          Teori kapilaritas sosial dapat berkembang dengan baik di negara-negara demokrasi, yang mana di setiap individu mempunyai kebebasan untuk mencapai kedudukan yang tinggi dalam masyarakat. Sebagai contoh di negara Prancis yang mempunyai sistem demokrasi sangat baik, orang-orang disana berlomba untuk mencapai kedudukan yang tinggi, akibatnya fertilitas menjadi rendah.

Emile Durkheim
          Emile Durkheim merupakan ahli sosiolog yang ada di Prancis yang hidup pada akhir abad 19. Durkheim menekankan perhatiannya padakeadaan akibat dari adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi. Ia mengatakan bahwa, yang mana angka kepadatan penduduknya tinggi akibat dari tingginya laju pertumbuhan penduduk, akan menimbulkan persaingan diantara penduduk akibat untuk dapat mempertahankan hidupnya. Dalam usaha memenangkan persaingan ini setiap orang berusaha meningkatkan pendidikan dan ketrampilan yang dia miliki serta mengambil spesialisasi-spesialisasi tertentu yang dapat menunjang kehidupannya untuk menjadi lebih baik. Dalam situasi seperti ini biasanya terlihat pada masyarakat perkotaan dengan kehidupan yang komplek.
          Jika dibandingkan dengan masyarakat pedesaan dan masyarakat industri sksn terlihat pada masyarakat pedesaan tidak akan terjadi persaingan yang ketat dalam hal pekerjaan akan tetapi masyarakat industri akan terlihat seperti sebaliknya. Hal ini terjadi karena masyarakat industri tingkat pertumbuhan dan kepadatan penduduknya tinggi.

Michael Thomas Sadler dan Doubleday
          Dalam hal ini Sadler mengemukakan bahwa daya reproduksi manusia dibatasi oleh jumlah penduduk yang ada di suatu negara atau wilayah. Jika kepadatan penduduk tinggi maka daya reproduksi akan menurun, sebaliknya jika kepadatan penduduk rendah maka daya reproduksi akan meningkat. sedangkan Doubleday juga mengemukakan hal yang sama dengan Sadler akan tetapi Doubleday menitikberatkan pada daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan tingkat kepadatan. Doubleday mengatakan bahwa daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan bahan makanan yang tersedia. Jadi kenaikan kemakmuran menyebabkan turunnya daya reproduksi manusia. Sedangkan menurut Doubleday, kekurangan bahan makanan merupakan perangsang bagi daya reproduksi manusia, sedang kelebihan pangan justru akan menjadi faktor penghambat perkembangan penduduk.  
          Teori-teori ini banyak diilhami oleh teori aksi dan reaksi dalam maninjau perkembangan penduduk suatu negara. Teori menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat kematian penduduk maka semakin tinggi pula tingkat produksi manusia.
          Teori-teori ini banyak diilhami oleh teori aksi dan reaksi dalam maninjau perkembangan penduduk suatu negara. Teori menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat kematian penduduk maka semakin tinggi pula tingkat produksi manusia.

Penganut Kelompok Telnologi Yang Optimis
          Adanya pandangan yang suram tentang teori yang dikemukakan oleh Malthus maka kelompok teknologi ini menentangnya. Kelompok ini beranggapan bahwa manusia dengan ilmu pengetahuannya mampu melipatgandakan produksi pertanian. Mereka mampu mengubah barang-barang yang sudah habis dipakai.
          Ahli futurlogi Herman kahn mengatkan bahwa negara-negara kaya  akan membantu negara-negara mskin. Pada masa  ini tidak akan terjadi lagi perbedaan yang mencolok diantara umat manusia di dunia ini.
          Dengan tingkat teknologi sekarangn ini mereka memperkirakan bahwa dunia dapat menampung 15 miliun orang dengan pendapatan melebihi amerika. Dunia tidak akan kehabisan sumber daya makanan, karena seluruh bumi ini terdiri dari mineral-mineral. Proses pengertian dan recycling akan terus terjadi dan era ini disebut dengan era subtitusi. Mereka mengkritik bahwa the limit of growth bukan memecahkan masalah tetapi memperbesar permasalahan tersebut.
            Kelompok Malthus dan Kelompok teknologi ini mendapat kritikan dri kelompok ekonomi, karena keduanya tidak memperhatikan masala-amsalah organisasi sosial yang mana distribusi pendapatan tidak merata





1.                                         DAFTAR PUSTAKA



Horton, Paul B. 1984. Sosiologi, Jakarta: Erlangga.
Lucas, david. 1995. Pengantar Kependudukan, Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Malthus, et al. 2007. Kependudukan Dilema dan Solusi, Bandung: Nuansa.
Mantra, Ida Bagoes. 2011. Demografi Umum, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Munir, Rozy (ed). 1986. Teori-Teori Kependudukan, Jakarta: Bina Aksara.
Narwoko, J. Dwi. 2007. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta: Kencana.
Rusli, Said. 1985. Pengantar Ilmu Kependudukan, Jakarta: LP3S.




[1] Ibid  hlm 50.
[2] Said Rusli, Pengantar Ilmu Kependudukan, (Jakarta: 1985), hlm 11
[3] Ibid
[4] J. Dwi Narwoko (ed), Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, (Jakarta: 2007), hlm 307.  
[5] Ida Bagoes Mantra, Demografi Umum, hlm 53.